Indonesia sebenarnya tidak kekurangan orang-orang pintar, terbukti sudah beberapa kali pelajar atau mahasiswa Indonesia menjadi jawara di berbagai ajang kompetisi internasional bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga dengan peneliti-peneliti Indonesia, cukup banyak yang berkualitas. Sayangnya, mereka tidak diapresiasi secara layak di sini, di negerinya sendiri.
Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) menyatakan para ahli peneliti Indonesia lebih banyak beralih keluar negeri daripada menjadi peneliti di negaranya sendiri.
“Banyak ahli dari peneliti Indonesia meninggalkan negara ini untuk menjadi peneliti di luar negeri, mereka mencari yang terbaik karena ditawari gaji yang mahal,” .
“Hasil kerja dari para peneliti kurang di-support pemerintah, setidaknya ada upaya pemerintah memberikan ruang gerak bagi peneliti untuk lebih mempromosikan hasil penelitian. Para peneliti pastinya sangat bangga jika hasil penelitiannya digunakan masyarakat luas, tetapi nyatanya produk para peneliti banyak disampingkan,”
Dr Khoirul Anwar wakil ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) meraih penghargaan best paper kategori Young Scientist pada IEEE VTC 2010-Spring, Taiwan. Paper assistant professor di Japan Advanced Institute of Science and Technolgy (JAIST) yang berjudul “Chained turbo equalization for single carrier block transmission without guard interval” telah di patenkannya di Jepang. Achmad Adhitya Msc, Phd Student-University of Leiden, Netherlands and Netherlands Institute of Ecology (NIOO-KNAW) dalam keterangannya kepada koresponden Antara London, IEEE adalah asosiasi professional terbesar bidang elektro dan informasi. Dia katakannya konferensi yang dihadiri kurang lebih 1000 ahli telekomunikasi, Professor dan Doktor dari seluruh dunia bertujuan untuk mendorong peningkatan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk kepentingan masyarakat luas.
Diantaranya adalah teknologi yang mampu mencapai Shannon limit, energi sedikit, namun kemungkinan kesalahan (error) juga sedikit.
Dr. Khoirul Anwar berharap agar ke depan para ilmuwan di Indonesia lebih banyak mengambil kesempatan untuk bergabung, berkontribusi dalam konferensi-konferensi internasional serupa sehingga dapat terus mengupdate teknologi terbaru yang ramah lingkungan dan semakin murah/mudah.
Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat Jenderal RI Osaka pada 2007.
Soetanto. Warga Surabaya ini menggondol gelar profesor
dan empat doktor dibidang Applied
Electronic Engineering di Tokyo Institute of
Technology, Medical Science dari Tohoku University,
dan Pharmacy Science di Science University of Tokyo.
Yang terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan di
almamater sekaligus tempatnya mengajar Waseda
University. Hebatnya lagi, prestasi
akademiknya tersebut diakui di Jepang dan AS dengan
Education and Science Research Institute (CERSI) ini
menjadi asosiate professor di Drexel University dan
School Medicine at Thomas Jefferson University,
Philadelphia, USA. Ia juga pernah tercatat sebagai
profesor di Biomedical Engineering Program University
of Yokohama (TUY).
tercatat sebagai prosefor di almameternya, School of
International Liberal Studies (SILS) Waseda
University, dan profesor tamu di Venice International
University, Italia.
masuk birokrasi di Negeri Sakura. Pria yang pernah
berkawan dengan mantan presiden RI BJ Habibie ini ini
tercatat sebagai komite pengawas (supervisor
committee) di METI (Japanese Ministry of Economy,
Trade, and Industry atau semacam Menko Perekonomian di
RI). Selain itu juga ikut membidani konsep masa depan
Jepang dengan menjadi Japanese Government 21st Century
Vision.
mahasiswa bahkan beberapa jajaran direksi PT Jababeka,
termasuk Dirut PT Jababeka Setyono Djuandi Darmono.
Maklum, Soetanto membeber pengalamannya bisa
“menaklukkan” dunia perguruan tinggi Jepang kendati
dirinya hingga sekarang masih berkewarganegaraan
Indonesia. Apalagi, dirinya berasal dari Kota Surabaya
yang nyaris tak diperhitungkan di dunia akademisi
Jepang.
pendidikan di Indonesia yang perlu dibenahi untuk
menghasilkan produk berkualitas. ”Sistem pendidikan
di sini (Indonesia) sudah tertinggal jauh bahkan di
bawah Malaysia dan Vietnam,” jelas Soetanto dengan
gaya bicara berapi-api. Yang ironis, penghargaan
terhadap staf pengajar atau guru di Indonesia juga
sangat kurang. Soetanto lantas mencontohkan kecilnya
gaji guru yang memaksa mereka harus bekerja sambilan.
”Dan, karena faktor tersebut jangan heran bila banyak
ilmuwan Indonesia mencari penghasilan di luar
negeri,” pungkas Soetanto. Kendati demikian, pria
berkaca mata ini awalnya belajar ke Jepang bukan untuk
semata-mata untuk mengejar materi alias duit.